Lagi presentasi di depan kepala desa. (Percaya pak ya, apa yang saya katakan.hehe) |
Beberapa waktu lalu, saya ditugaskan oleh pemimpin redaksi (Pemred) sebuah media online tempat saya mencari nafkah. Intruksinya, saya harus mempresentasikan mengenai media kami di sebuah pelatihan yang diadakan pemda, yang pesertanya adalah kepala desa dan perangkatnya.
“Besok yang ngasih materi Kamu dengan
Soepri,” kata Mbak Pemred.
“Siap Mbak,” jawabku singkat, sambil
membayangkan materi apa yang nanti saya sampaikan. Lha wong memang garis
besarnya masih belum tahu.
Sebenarnya, sebelum saya dan Mas Supri
diminta untuk memberi materi di hadapan kepala desa, Mas dan Mbak redaktur yang
ada, kebagian untuk presentasi pada hari sebelumnya, termasuk pemred. Lha
ternyata, kami berdua kebagian terakhir dan sekaligus penutupan.
Karena penasaran dan masih meraba-raba
mengenai materi yang nantinya disampaikan, kemudian, saya mengulik materi yang
sudah disampaikan teman-teman sebelumnya. Bukan kepada redaktur, tetapi kepada
seorang IT yang beberapa hari sebelumnya aktif terus mengikuti kegiatan
tersebut.
Meski hanya garis besar, tapi itu membuat
kemantapan saya untuk melakukan presentasi dengan maksimal di hadapan kepala
desa dan perangkatnya.
Tibalah waktunya untuk menjalankan tugas.
Pukul 11.00 WIB, kami berdua dan dua pengawal (Eh sori Mas Bro, aku koncomu.
Mereka berdua bertugas untuk menyiapkan peralatan penunjang, termasuk di
antaranya adalah materi), berangkat dari kantor. Hanya sekitar tujuh menit,
kami sudah sampai di lokasi pelatihan, dan biasanya pengalaman sebelumnya jam
11.30 WIB, presentasi sudah dimulai.
Tak diduga, setelah menunggu setengah jam,
bahkan hampir satu jam, pemateri sebelum kami
belum juga mengakhiri sesinya.
“Wah agak gawat ni,” gumamku.
Perasaan ini, tak lain karena kami berdua
sudah dihantui bayang-bayang, bahwa pesertanya cukup cuek mendengarkan
presentasi dari teman-teman redaktur sebelumnya. Mungkin ini karena faktor
waktu yang memang sudah siang dan saatnya makan siang, sehingga konsentrasi
peserta sudah buyar jika hanya sekedar mendengar presentasi.
Melihat kondisi seperti itu, kami berdua
berdiskusi kecil tentang siapa dulu yang tampil dan yang terpenting trik agar
peserta mau mendengarkan presentasi dari kami.
Setelah lewat pukul 12.00 WIB, akhirnya
tibalah waktu kami untuk sebenarnya tampil melakukan presentasi. Setelah
berupaya menguasai diri dan kondisi, saya berbicara di hadapan mereka, karena
kali ini saya tampil pertama.
Ini pertaruhan bagi saya, bukan hanya soal
gengsi tapi kredibilitas (gayamu leh). Dengan beberapa cara, saya mencoba
menghidupkan suasana, agar mereka tak lagi terlalu tegang dan lapar dapat
terobati.
“Silahkan Bapak dan Ibu mendengarkan saya
sambil makan atau minum yang sudah disediakan,” kataku, karena urusan perut
kalau tidak disegerakan sangat-sangat mengganggu konsentrasi. Mau sambil makan
atau minum, yang penting apa presentasi yang kami sampaikan dapat ditangkap
dengan baik.
Dan…., Alhamdulillah, ternyata kami sukses.
Respon dan interaksi dari peserta ternyata tinggi. Mereka tak ada yang izin
pulang dan bahkan menyuruh kami untuk berhenti.
“Sipp cak, kalian berhasil. Penutupan yang
indah,” kata Rizki dan Surya.
Terima kasih, atas penilaiannya.
Mudah-mudahan dari hati yang paling dalam ya. Hahaha. Meskipun kalian berdusta,
tapi kalian telah membuatku bahagia. Ingat lho ya…Aku Koncomu.
Belum ada tanggapan untuk "Disuruh Presentasi di Hadapan Kepala Desa"
Posting Komentar