Iklan ini tak lepas dari ketenaran batu akik yang beberapa waktu lalu sangat booming. Semua kalangan seolah tak mau ketinggalan untuk berburu batu akik. Dari hanya sekadar ikut-ikutan, baru menjadi penghobi baru dan ada yang memang sudah maniak terhadap batu khas Indonesia ini.
Bahkan, dalam hal ini, akupun masuk dalam
kategori penghobi baru. Kelasnya lebih di atas sedikit dari hanya sekadar
ikut-ikutan. Hampir setiap hari, aku menjadi pengunjung setia pusat-pusat
penjualan batu akik. Dari hanya sekadar memuaskan hati untuk melihat ragam dan
jenis batu akik, menjadi teman baru dengan penjualnya, membantu berjualan batu
akik dan bahkan sampai kepincut untuk terjun sebagai penjual batu akik yang
sebenarnya.
Alhasil, menjadi pedagang akik kelas bawah
pun aku lakoni, dengan sasaran teman sejawat dan warga di kampung halaman. Tak
sia-sia, selagi dunia perakikan masih berada di atas angin, usaha sampingan
inipun cukup menjanjikan.
Dalam hal ini, aku lebih fokus sebagai
distributor emban atau ring akik. Keuntunganya cukup menjanjikan, dan memang
mak nyus. Apalagi, aku berani untuk
menjual dengan harga yang lebih rendah di bawah pasaran. Wow…, konsumen mulai
berdatangan ketika mendengar kabar ini, baik untuk membeli dalam partai banyak
maupun satuan.
Bahkan ketika ku mulai perkenalkan
emban-emban cewek, ternyata responya sangat positif. Dari yang sebelumnya ada
ibu-ibu ngedumel ketika tahu suaminya mengoleksi batu akik, tapi justru mereka
yang lebih aktif dari suaminya. Tak cukup satu koleksi, tapi bisa tiga bahkan
lima lebih. E..lha dalah, ini seng namanya godaan itu lebih hebat dari iman.
Kondisi seperti ini cukup berjalan beberapa
lama, sebelum akhirnya kisaran bulan Agustus lalu, dunia perakikan mengalami
kelesuan, bahkan anjloknya popularitas batu akik lebih ganas dari turunnya
nilai rupiah terhadap dolar Amerika.
Jika sudah begini, tahu sendirikan gambaran
nasib penjual akik, apalagi seperti saya sebagai pedagang akik kelas bawah. Ya
banting setir ae a cah, daripada terjerumus seperti rupiah yang bangkitnya
membutuhkan waktu yang cukup lama. Meski ada beberapa yang pesan atau bertanya,
aku sudah angkat bendera putih duluan.
Dalam hal ini, kalau ibarat film, lebih baik mengakhiri cerita lebih
awal daripada endingnya harus bercucuran air mata.
Jika biasanya di jari tanganku, minimal ada
empat batu akik yang melekat, kini secara perlahan dan dalam kondisi yang
sesadar-sadarnya, mulai kulepas satu persatu. Lha namanya penghobi pemula dan
langsung kena cobaan, ya begini akhirnya.
Nah, meski dunia perakikan sudah mengalami
kelesuan, namun nampaknya hal itu tidak disadari oleh pihak minuman energi yang
iklannya dengan tema akik tersebut. Karena, hingga
saat ini iklan itu masih juga tayang di televisi. Padahal, menurutku itu sudah tak realistis lagi,
apalagi sebagai orang yang sudah memiliki citra penghobi akik seperti saya ini,
reputasiku harus terkena imbas dari iklan tersebut.
Tahu kenapa?
Gimana coba perasaanmu, ketika kita sedang
serius mengerjakan tugas di kantor, tiba-tiba muncul iklan tersebut, dan beberapa rekan ikut-ikutan latah untuk nyeletuk,
“Mana batu akikmu Lis?”.
Mereka mengucapkannya dengan nada setengah gimana,
gitu.
Sungguh terlalu, hahaha..
Lha, jawabku ya “Aku Koncomu bro….”
“Batu akiknya tak simpen di bawah bantal,
biar jadi harta karun”.
Belum ada tanggapan untuk "Mana Batu Akikmu Le?"
Posting Komentar