Mana Batu Akikmu Le?


Sudah pernah lihat kan, iklan salah satu minuman energi yang topiknya tentang batu akik? Di iklan ini, ada bagian dialognya “Mana batu akikmu Le?”.  Dalam adegan ini, seorang ibu menanyakan kepada anaknya mengenai batu akik yang pernah diberikan ketika sang anak akan merantau ke sebuah kota. Ketika sudah pulang ke rumah beberapa waktu lamanya, ternyata sang anak sudah sukses. Lantas, ketika sang ibu bertanya batu akik yang dulu, sang anak mengatakan, jika bukan hanya batu akik saja yang dibawa, tapi batu berlianpun kini sudah bisa didapat.


Iklan ini tak lepas dari ketenaran batu akik yang beberapa waktu lalu sangat booming. Semua kalangan seolah tak mau ketinggalan untuk berburu batu akik. Dari hanya sekadar ikut-ikutan, baru menjadi penghobi baru dan ada yang memang sudah maniak terhadap batu khas Indonesia ini.
Bahkan, dalam hal ini, akupun masuk dalam kategori penghobi baru. Kelasnya lebih di atas sedikit dari hanya sekadar ikut-ikutan. Hampir setiap hari, aku menjadi pengunjung setia pusat-pusat penjualan batu akik. Dari hanya sekadar memuaskan hati untuk melihat ragam dan jenis batu akik, menjadi teman baru dengan penjualnya, membantu berjualan batu akik dan bahkan sampai kepincut untuk terjun sebagai penjual batu akik yang sebenarnya.
Alhasil, menjadi pedagang akik kelas bawah pun aku lakoni, dengan sasaran teman sejawat dan warga di kampung halaman. Tak sia-sia, selagi dunia perakikan masih berada di atas angin, usaha sampingan inipun cukup menjanjikan. 
Dalam hal ini, aku lebih fokus sebagai distributor emban atau ring akik. Keuntunganya cukup menjanjikan, dan memang mak nyus.  Apalagi, aku berani untuk menjual dengan harga yang lebih rendah di bawah pasaran. Wow…, konsumen mulai berdatangan ketika mendengar kabar ini, baik untuk membeli dalam partai banyak maupun satuan. 

Bahkan ketika ku mulai perkenalkan emban-emban cewek, ternyata responya sangat positif. Dari yang sebelumnya ada ibu-ibu ngedumel ketika tahu suaminya mengoleksi batu akik, tapi justru mereka yang lebih aktif dari suaminya. Tak cukup satu koleksi, tapi bisa tiga bahkan lima lebih. E..lha dalah, ini seng namanya godaan itu lebih hebat dari iman.
Kondisi seperti ini cukup berjalan beberapa lama, sebelum akhirnya kisaran bulan Agustus lalu, dunia perakikan mengalami kelesuan, bahkan anjloknya popularitas batu akik lebih ganas dari turunnya nilai rupiah terhadap dolar Amerika.
Jika sudah begini, tahu sendirikan gambaran nasib penjual akik, apalagi seperti saya sebagai pedagang akik kelas bawah. Ya banting setir ae a cah, daripada terjerumus seperti rupiah yang bangkitnya membutuhkan waktu yang cukup lama. Meski ada beberapa yang pesan atau bertanya, aku sudah angkat bendera putih duluan.  Dalam hal ini, kalau ibarat film, lebih baik mengakhiri cerita lebih awal daripada endingnya harus bercucuran air mata. 
Jika biasanya di jari tanganku, minimal ada empat batu akik yang melekat, kini secara perlahan dan dalam kondisi yang sesadar-sadarnya, mulai kulepas satu persatu. Lha namanya penghobi pemula dan langsung kena cobaan, ya begini akhirnya.

Nah, meski dunia perakikan sudah mengalami kelesuan, namun nampaknya hal itu tidak disadari oleh pihak minuman energi yang iklannya dengan tema akik tersebut. Karena, hingga saat ini iklan itu masih juga tayang di televisi. Padahal, menurutku itu sudah tak realistis lagi, apalagi sebagai orang yang sudah memiliki citra penghobi akik seperti saya ini, reputasiku harus terkena imbas dari iklan tersebut.

Tahu kenapa?

Gimana coba perasaanmu, ketika kita sedang serius mengerjakan tugas di kantor, tiba-tiba muncul iklan tersebut, dan beberapa rekan ikut-ikutan latah untuk nyeletuk, “Mana batu akikmu Lis?”. 

Mereka mengucapkannya dengan nada setengah gimana, gitu. 

Sungguh terlalu, hahaha..

Lha, jawabku ya “Aku Koncomu bro….”

“Batu akiknya tak simpen di bawah bantal, biar jadi harta karun”.




  



Postingan terkait:

Belum ada tanggapan untuk "Mana Batu Akikmu Le?"

Posting Komentar